Kamis

Sejarah Pencinta Alam di Lingkungan Kampus

Jika kita merunut lebih jauh, sebenarnya orang orang PA itu sudah ada bahkan sebelum Indonesia merdeka. Tahun 1912, saat Jember baru saja ada pembangunan rel kereta api dari arah probolinggo, di Nusantara sudah ada yang namanya De Nederlandsh Indische Vereneging Tot Natuur Rescherming. Meskipun kita tidak bisa bahasa belanda, kita bisa menebak organisasi seperti apa itu. Soalnya ada kata Natuur-nya, hehe..

Pada tahun 1937 Pemerintah Hindia Belanda mulai mencoba terlibat secara aktif. Ini terbukti dengan terbentuknya Bescherming Afdeling Van’t Land Plantetuin. Sejak tahun 1937 itulah kegiatan kepencinta alaman, pelan tapi pasti mulai berkembang.

Hampir bersamaan dengan itu, kegiatan kepanduan juga lagi tren. Kegiatan ini pada akhirnya lebih dikenal dengan istilah Praja Muda Karana alias PRAMUKA. Sejak tahun 1940-an sampai dengan tahun 1960-an perkembangan dunia kepencinta alaman tidak lepas dari pengaruh positif kepanduan ( scouting ). Barangkali ini juga yang melahirkan pameo bahwa PRAMUKA adalah saudara orang orang PA.

Jenis kegiatan yang dilakukan biasanya seputar petualangan, tamasya, sport, membaca jejak dan beberapa hal lainnya. Diakui maupun tidak, ini adalah gesekan dari kegiatan kepanduan.

Istilah Pencinta Alam sendiri baru dikenal sekitar tahun 1975. Pertama kali yang memperkenalkan adalah Mapala UI. Kemudian sampai dengan era 80-an, menjamur lahirnya organisasi organisasi yang mengatasnamakan dirinya sebagai Pencinta Alam, hingga saat ini.

Adapun sejarah berdiri dan berkembangnya OPA di wilayah kampus memiliki cerita yang sedikit berbeda.

Sering kita mendengar istilah Mapala dipelesetkan menjadi Mahasiswa Paling Lama. Atau meskipun kita tidak sering mendengarnya, setidaknya kita tahu bahwa memang ada istilah seperti itu. Apakah kita juga tahu tentang proses pertumbuhan Mapala?

Kenapa ada Pencinta Alam di kampus?

Pada dekade 70-an, dunia kemahasiswaan di Indonesia mengalami sebuah titik jenuh. Tentu saja kejenuhan berproses kreatif ini ada sebabnya. Salah satunya adalah adanya rasa jenuh yang disebabkan oleh kondisi politik saat itu. Juga karena ada batasan yang sengaja diciptakan untuk membatasi ruang gerak mahasiswa. Apalagi yang berorientasi pada politik praktis. Ini berdampak pada kreativitas mahasiswa yang semakin hari dirasa semakin melempem.

Kondisi seperti ini diperparah dengan lahirnya SK No 028/3/1978 tentang pembekuan total kegiatan Dewan Mahasiswa dan Senat Mahasiswa di seluruh PT di tanah air yang kemudian melahirkan konsep Normalisasi Kehidupan Kampus.

Dari kondisi yang seperti ini lahirlah ide untuk membentuk suatu wadah baru dalam bentuk yang lebih segar dan tidak ada hubungannya dengan politik praktis apapun. Ide yang memang menyegarkan ini diterima dengan antusias oleh banyak kalangan pada saat itu. Terbukti, sejak akhir tahun 70-an sampai awal tahun 80-an, menjamur lahirnya OPA terutama di wilayah kampus seluruh Indonesia.

Para netter, konten ini saya sarikan dari berbagai sumber, terutama dari materi materi kepencinta alaman di SWAPENKA. Bila ada dari anda yang bisa menambahkan, monggo dipersilahkan. Terima kasih dan semoga bermanfaat.

Salam Lestari…!!!

0 komentar:

Posting Komentar