Artikel ini sebenarnya sudah saya tulis tanggal 15 Juni 2009, pada saat saya masih belum memiliki blog tamasyakata. Baiklah akan saya tuliskan kembali untuk anda, semoga bermanfaat. Amin.
Saya mulai dari sebuah hadist :
“Jika tiba waktunya hari kiamat, sementara ditanganmu masih ada biji kurma, maka tanamlah segera” (HR. Ahmad).
Hadist diatas saya dapatkan dalam sebuah buku yang berjudul, Menanam Sebelum Kiamat (Islam, Ekologi, dan Gerakan Lingkungan Hidup). Sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan dari beberapa penulis yang berpihak terhadap kelestarian alam, yang berlatar belakang Islami. Terinspirasi oleh kata kata yang ada dalam buku tersebut, maka lahirlah ertikel sederhana ini.
Kenapa kita harus menanam pohon?
Kalau pertanyaan ini dilemparkan pada seorang muslim maka dia akan menjawab begini. Karena umat Islam diwajibkan untuk bersuci. Dan untuk bersuci umat Islam butuh air yang jernih lagi bersih. Bagaimana caranya untuk mendapatkan air yang bersih? Jawabannya sederhana yaitu menanam pohon. Setidaknya tidak merusak pohon yang sudah ada.
Enaknya dalam Islam, seseorang yang menanam pohon dengan niat karena dia ingin mendapat Cahaya-Nya, maka perbuatannya itu akan digolongkan sebagai amal yang terus mengalir. Misalnya, hari ini si Amin menanam bibit rambutan. Setiap ada kesempatan Amin selalu menyiram dan merawatnya, sampai bibit rambutan ini dianggap sudah bisa bertahan hidup. Akan tetapi, belum lagi bibit rambutan ini berbuah untuk pertama kalinya, Amin meninggal dunia. Sementara bibit rambutan yang Amin tanam terus berkembang hingga menjadi pohon dan berbuah. Nah, pada saat beberapa buah rambutan ini dimakan oleh kelelawar dan burung burung, pahalanya akan mengalir pada Almarhum Amin.
Bagaimana? Enak bukan? Kita jadi punya semacam investasi jangka panjang. Daripada berandai andai ingin mewakafkan sebidang tanah untuk pembangunan masjid tapi kita masih belum ada rejeki, lebih baik kita melakukan apa yang bisa kita lakukan saat ini. Menanam pohon.
Tapi jangan lupa, yang namanya pahala selalu berbanding lurus dengan dosa. Itu kalau kita mengerucutkan pemikiran hanya pada masalah pahala dan dosa. Kalau menanam pohon mendapatkan pahala, bagaimana dengan menebang pohon untuk tujuan yang tidak baik? WallahuAlam..
Salam Lestari…!!!
tp saya tak abis pikir brow..
BalasHapusben mak bs open mon namen kembeng..
nyeni onggu..
engko neng e roma nyoba namen mak mateh melolo yeh?!!!
tp ng sekret bede se odik brow...hahahhaa
@ Anonim : Mas Gatot ya? Hehe..Menanam itu menyenangkan lagi menyehatkan, coba kalo nggak percaya, hehe..makasih :)
BalasHapus