Bicara tentang logam emas, saya jadi teringat Almarhumah nenek saya dari pihak bapak. Perempuan asli Madura Sumenep yang tidak pernah sekolah tapi ngerti ngitung uang dan pandai berinvestasi. Keseharian nenek saya dulu adalah berjualan rujak. Disini saya tidak ingin bercerita tentang bagaimana rasa rujak olahannya. Karena tentu saja akan sangat subyektif sekali bila saya yang bercerita.
Nenek saya pandai berinvestasi, itulah kehebatan beliau. Pinter ngatur duwit, seperti itu kira kira bahasa rakyatnya. Contoh saja, beliau tidak pernah pusing memikirkan kegiatan belanja setiap hari. Masalah beras, minyak tanah, minyak goreng dll, dijadikan kegiatan per bulan. Lebih ngirit, begitu katanya. Tentu saja nenek tidak pernah pusing bila kedatangan tamu. Selalu ada jamuan makan dan minum meskipun seadanya.
Adapun tentang logam emas, nenek saya punya penilaian tersendiri. Nenek beranggapan sama seperti perempuan pada umumnya, yakni sebagai sarana untuk mempercantik penampilan, selain gengsi tentunya. Dilihat dari latar belakangnya yang terlahir sebagai perempuan Madura, hal semacam itu dijaman nenek saya sudah dianggap lumrah. Anda tahu tokoh cerita Marlena? Tahu juga bagaimana jika Marlena mengenakan perhiasan emasnya yang bergemerincing? Nah, nenek saya hidup dijaman itu.
Selain itu, nenek saya mengerti akan fungsi lain dari perhiasan emas. Apalagi kalau bukan sebagai ladang investasi yang sangat menguntungkan. Emas, selain mudah dicairkan, juga beresiko rendah dan mudah. Sangat cocok untuk nenek saya yang ABCD saja tidak tahu. Jika nenek punya uang lebih, beliau tinggal melangkah ke toko perhiasan dan membeli emas dengan model yang nenek suka. Sesederhana itu saja.
Para netter, banyak orang percaya emas merupakan alternatif investasi yang menguntungkan karena bisa menangkal lajunya inflasi. Naiknya nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah, berbanding lurus dengan harga emas. Bila nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah menguat, berarti harga emas meroket.
Kita tentu masih ingat krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia pada 1998 silam. Ketika itu, harga emas yang semula hanya 24 ribu rupiah per gram melonjak hingga 140 ribu per gram. Mereka yang saat itu menanam emas, tentu saja mempunya keuntungan besar besaran. ( Sumber : tabloid Chic 18-1 )
Masih dari sumber yang sama. Tanpa krisis pun, harga emas cenderung naik setiap tahun. Sebagai investasi perhiasan cenderung aman dan minim resiko. Menurut Elvyn G. Masassya, penulis buku Cara Cerdas Memutar Uang, investasi emas biasanya berupa perhiasan, batangan dan koin, yang masing masing memiliki karakter tersendiri.
Saat ini kita bisa berinvestasi emas di Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Pada investasi jenis ini, kita tidak perlu memiliki emas secara fisik, tapi cukup mencatatnya secara administratif. Prinsipnya sama dengan investasi emas secara konvensional. Kita membeli emas pada saat harga murah, dan menjualnya ketika harga tinggi. Berinvestasi emas model BBJ mirip dengan bermain saham. High risk, high return. Tingkat kesulitannya cukup tinggi. Kita harus membekali diri dengan informasi mengenai naik turunnya harga emas dan bisa juga dengan meminta saran pada ahlinya. Meskipun menurut pendapat saya pribadi, hal ini tidak jauh beda dengan judi karena sifatnya untung untungan.
Seandainya nenek saya hidup dijaman sekarang, saya yakin beliau tidak mungkin berinvestasi emas seperti model BBJ tersebut. Kenapa? Karena Marlena tidak begitu (intermezzo).
Para netter, saya hidup dijaman dimana cara hidup mengagung agungkan emas sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Semua orang tahu, dari segi lingkungan, sudah tidak ada alasan lagi untuk merintis tambang baru demi mengeruk logam emas sampai ke akar akarnya. Kira kira, apa pendapat anda?
Salam Lestari…!!!
0 komentar:
Posting Komentar