Kamis

Kenapa Harus Merasa Bodoh

Baru baru ini saya bertemu seorang teman. Kebetulan dia sudah membaca tulisan saya sebelum ini. Judulnya Saya Pernah Menjadi Pembicara Yang Bodoh. Kenapa harus merasa bodoh? Itu yang dilontarkan oleh teman saya.

Memang apa saja pertanyaannya kok menyimpulkan diri menjadi sosok yang bodoh? Itu lontaran lain dari teman saya, sebelum saya sempat menjelaskan semuanya. Masih ada beberapa lontaran lagi sebenarnya. Tapi kalau terus saya tulis, saya takut anda jenuh membacanya karena terlalu panjang.

Saya mulai dengan sebuah contoh kasus. Saat saya mengikuti pengajian, seminar, pelatihan, dan acara acara yang seperti itu, saya pernah merasa jenuh. Biasanya kejenuhan dimulai dari penilaian alam bawah sadar saya pada sosok pembicara. Entah itu tokoh agama, dosen, atau orang yang punya keahlian tertentu. Pada saat acara usai, seandainya ada satu dari audiens yang berani mengatakan kejenuhannya, apa kira kira reaksi pembicara? Sebagian besar mungkin memilih untuk mencari alasan. Atau cenderung menyayangkan audiens karena tidak konsentrasi.

Berbeda dengan itu, saya justru menyadari ketidak mampuan saya bukan dari orang lain. Saat saya merasakan tidak bisa membawa suasana yang segar, saat itulah saya merasa bodoh. Dari merasa bodoh saya mencoba untuk mencari cari alasan. Pada akhirnya toh tidak ada alasan kecuali pembenaran.

Ternyata menjadi apa saja itu membutuhkan sikap yang tangguh. Begitu juga dengan menjadi pembicara. Nah, kenangan cerita menjadi pembicara di LPME ESPOSE itu pada akhirnya mengantarkan saya untuk belajar kembali. Termasuk pada saat ini, pada saat saya memutuskan untuk membuat blog tamasyakata.com. Sikap seperti apa yang saya butuhkan untuk menjadi seorang blogger?

Salam Lestari…!!!

3 komentar: