Selasa

SWAPENKA Ini Hari..

Sepenggal cerita untuk Mbak Ninuk R. Raras..

Dari photo jaman dulu yang masih tersimpan manis di loker sekretariat, saya bisa membayangkan bagaimana Swapenka tempo dulu. Sastra masihlah gersang, belum ada taman di depannya. Sama sekali tandus. Yang ada hanya kerikil, bongkahan batu bata bekas pagar parkir yang dibongkar. Hanya ada beberapa tanaman yang sengaja di tanam di sana. Itupun berlomba dengan ilalang liar yang bisa jadi tidak diharapkan kehadirannya.

Tapi itu setelah Swapenka sudah ada sekretariatnya mbak. Saya nggak bisa membayangkan bagaimana keadaannya dulu, pas dijamannya mbak Ninuk. Ya, pernah juga sih mas Bambang cerita. Keluarga mas Anam juga pernah cerita. Mereka bilang, untuk mengadakan pertemuan saja orang orang terdahulu masih butuh menunggu ruang kelas kosong. Atau kalau nggak, ngobrol di kantin sastra, kadang juga di warung kopi di luar fakultas sastra. Sering juga mengadakan kunjungan dari satu kost ke kosan yang lain. Gerilya banget ya mbak..

Waktu terus bergulir, seiring langkah langkah kecil para pencinta alam yang tergabung dalam satu keteduhan, Swapenka. Semuanya berjalan berdampingan menuju ke arah dan harapan yang sama, kelestarian alam.

Bukan hanya sekretariat Swapenka yang berubah mbak. Bukan juga hanya fakultas sastra.. Jember juga berubah. Sebuah fenomena lokal di era yang global ini. Pagar fakultas sastra yang tadinya, barangkali di jaman mbak masih menggunakan pagar kawat berduri, sekarang sudah di pagar tembok tinggi mbak. Nggak bisa seperti dulu lagi, saat kita ada di dalam pelataran UKMF sastra, kita tidak bisa melihat apa gerangan yang terjadi di jalan jawa. Ada tembok setinggi dua meter yang setia menjaga pandangan kita agar tidak terlalu jauh menerawang. Begitu juga batas antara sastra dengan kampung jawa gang tujuh, tempat biasa anak anak Swapenka ngopi di warung Buk No. Sudah ada tembok yang berdiri tegak disana. Positifnya, sastra semakin bersih dari pembuangan sampah liar.

Ohya mbak, jalan jawa sekarang rame. Banyak para pedagang kaki lima disana, siang maupun malam. Kalau membandingkan dengan cerita mas Giri sih, jalan jawa sudah jauh berbeda. Kalau dilihat dari segi fisik, sastra dan sekitarnya sama sekali jauh dari yang dulu. Wajar memang. Tapi ada satu perkecualian mbak, yang membuat semua pada akhirnya tidak bisa dikatakan ‘wajar’. Sebuah perbedaan kecil tapi begitu bermakna.

Tahukah mbak bahwa seiring berlalunya waktu, di saat semuanya berbenah untuk berubah dan mempercantik diri, rasa persaudaraan di Swapenka sama sekali tidak berubah? Apakah mbak juga sudah mendengar kabar bahwa aroma perhatian di Swapenka masih tetap menyegarkan..?

Secara prestasi memang saya akui, Swapenka jauh tertinggal dengan OPA kota kota besar. Di dalam kota pun, Swapenka sedikit tertinggal dengan Organisasi Pencinta Alam yang lebih pro aktif di dunia sport. Entah itu panjat dinding, orad, dll. Tapi bukan berarti Swapenka tidak memiliki trofi apapun. Kita memang tidak punya wall climbing, tapi kita punya pemanjat. Barangkali Swapenka memang tidak memiliki perahu orad. Tapi itu tidak membuat adek-adeknya sampean pasif dikala ada kepanitiaan bersama OPA se Jember yang bikin acara seperti itu. Saya nggak bohong mbak, ada banyak trofi panjat dinding di Swapenka, meskipun itu berangkatnya ada yang secara personal. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan mbak.. Hanya saja, saya ingin mbak mengerti kalau Swapenka itu luwes dengan perkembangan jaman, tapi masih menggenggam erat misi kelestarian alamnya.

Pelajaran yang bisa saya petik nih mbak, saya jadi tahu bahwa setiap pencinta alam bersaudara. Selama saya di Swapenka, nggak pernah tuh mbak, ada perasaan semacam persaingan, sukuisme, dll yang menuju ke arah tidak menyenangkan.

Wah, nggak terasa mbak, tulisane panjang banget, hehe..Sori. Yawes gitu deh mbak. Meskipun sekarang saya jarang maen ke Swapenka, tapi semua berjalan seindah dulu, jamannya saja yang beda. Adek adeknya sampean masih senang kumpul bareng, membuat perapian dan memainkan gitar. Lagu lagu tentang alam raya masih sering berkumandang disini mbak..Masih sering bikin acara entah itu hanya sekedar diskusi, berkebun, maupun acara acara bersama. Kapan kapan deh, saya akan cerita tentang tamasya band ke mbak.

Gitu dulu ya mbak Ninuk, makaciii…

Salam Lestari…!!!

0 komentar:

Posting Komentar